Roma

Jumat, 12 Agustus 2011

Kesaksian

Suatu Perjalanan Pulang ke Rumah
oleh Rosalind Moss

Sewaktu saya mulai melakukan suatu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya - yaitu untuk mempelajari klaim-klaim Gereja Katolik - saya bersandar pada doa, khawatir bahwa yang jahat akan menipu dan membuat saya tiada berguna bagi kerjaan Kristus yang telah saya kenal dan kasihi.

Saya dibesarkan di suatu keluarga Yahudi, yang masih merayakan banyak dari tradisi-tradisi Yahudi, setidaknya di saat saya masih kecil. Saya ingat punya suatu perasaan khusus bahwa Allah yang tunggal adalah Allah kami dan bahwa kami adalah umat-Nya. Akan tetapi ketika saya mulai tumbuh besar dan menempuh jalan kami masing-masing, banyak hal yang kami tinggalkan di belakang. Akhirnya kakak laki-laki saya, David, menjadi seorang ateis, dan saya, mungkin, menjadi seorang agnostik (tidak peduli eksistensi Allah).

Pada musim panas tahun 1975 (saat itu kami berusia tigapuluh tahunan) saya mengunjungi David. Selama bertahun-tahun David telah mencari kebenaran, mencari makna hidup ini, dan untuk memastikan apakah Allah itu sungguh-sungguh ada. Seringkali saya berpikir pada diri sendiri,

Apa yang membuat kamu berpikir bahwa kebenaran itu ada?! ... bahwa ada sesuatu hal yang merupakan kebenaran? Dan apa yang membuat kamu berpikir bahwa kamu bisa menemukannya? Bukankah serupa seperti layaknya mencari jarum di tumpukan jerami? Dan bagaimana kamu akan mengenalinya?

Bahkan sekalipun kebenaran itu ada, dan kamu dapat menemukannya, dan kamu tahu ketika kamu telah memilikinya ... dan bahkan jika kebenaran itu berada bahwa Allah itu ada - lalu apa selanjutnya? Bagaimana dengan mengetahui kebenaran itu bisa membuat suatu perubahan dalam hidupmu?

Pada percakapan kami dalam pertemuan ini, David menceritakan kepada saya bahwa dia telah menemukan suatu artikel yang mengatakan bahwa ada orang-orang Yahudi - orang-orang keturunan Yahudi - yang masih hidup, di dunia ini, yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias orang Yahudi - Sang Mesias (!) yang masih kami tunggu-tunggu kedatangannya selama ini. Saya tidak akan pernah melupakan kekagetan yang menjalari seluruh tubuh saya pada saat itu. Pikiran saya melayang balik ke tahun-tahun ketika kami duduk di meja Paskah Yahudi dalam pengharapan akan kedatangan Mesias, menyadari bahwa Dia adalah satu-satunya pengharapan yang kami miliki. Dan sekarang David mengatakan kepada saya bahwa ada orang-orang - orang-orang Yahudi - yang percaya bahwa Dia telah datang?!

Saya berkata kepada David, "Maksudmu mereka percaya Dia telah ada disini - di dunia ini?! Dan t-a-k s-e-o-r-a-n-g-p-u-n tahu??? Dunia ini tidak berubah? Dan Dia telah pergi???!"

Sekarang lalu apa? Tiada lagi harapan, tiada yang tersisa. Ini gila-gilaan. Selain itu, engkau tidak bisa menjadi seorang Yahudi dan sekaligus percaya pada Kristus.

Dalam waktu tiga bulan sejak percakapan itu, saya telah pindah ke negara bagian Kalifornia dan bertemu dengan beberapa orang Yahudi ini yang percaya pada Kristus. Mereka tidak hanya percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias bangsa Yahudi, tetapi bahwa Dia adalah Allah yang turun ke dunia! Bagaimana seseorang bisa berpikir seperti itu? Bagaimana seorang manusia adalah Allah? Bagaimana engkau bisa melihat Allah dan tetap hidup?!

Dalam satu malam yang merubah hidup saya, saya berada bersama-sama suatu kelompok orang Yahudi ini, yang kesemuanya adalah umat Kristen pengikut Kristus - semua adalah umat Kristen Protestan Injili (Evangelical-Protestant). Mereka mengatakan kepada saya bahwa Allah perlu mencurahkan darah bagi pengampunan dosa dan mereka menerangkan bagaimana, dibawah sistim kurban Perjanjian Lama, orang-orang datang setiap hari untuk mempersembahkan binatang kurban bagi dosa-dosa mereka - lembu, kambing, domba. Kalau kurban itu seekor anak domba, maka harus jantan, satu tahun umurnya, dan harus sempurna tanpa cacat atau cela. Orang tersebut akan meletakkan tangannya diatas kepala anak domba sebagai simbol bahwa dosa dipindahkan dari orang tersebut kepada binatang itu. Dan anak domba itu - yang tidak berdosa tetapi secara simbolis telah menerima dosa-dosa orang itu - lantas dijagal, dan darahnya akan dituangkan diatas altar sebagai persembahan bagi Allah untuk membayar dosa-dosa orang tersebut.

Saya tidak dapat mengerti mengapa Allah membuat binatang yang tak berdosa untuk dosa-dosa saya? Tetapi saya mulai mengerti bahwa dosa itu bukan suatu hal yang ringan dimata Allah. Mereka juga menerangkan bahwa kurban binatang itu bersifat sementara, bahwa kurban itu perlu diulang-ulang, dan bahwa kurban itu bukan persembahan yang sempurna. Kurban-kurban itu mendahului Yang Satu yang suatu waktu akan datang dan menanggung pada diri-Nya - bukan dosa seorang demi seorang - tetapi dosa-dosa seluruh dunia, dan untuk sepanjang masa.

Dan mereka menunjukkan kepada saya satu saja ayat di Perjanjian Baru, Yohanes 1:29, ketika Yesus datang dan Yohanes Pembaptis, memandang kepada-Nya dan berkata, "Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia!" Anak Domba Allah - kurban satu-untuk-semua yang final, yang didahului oleh semua kurban-kurban dalam Perjanjian Lama. Sayapun terguncang. Saya tidak dapat mempercayai apa yang baru saja saya mengerti. Rintangan terbesar adalah bahwa seorang manusia tidak mungkin adalah Allah! Tetapi saya menyadari pada malam itu bahwa - jika Allah itu ada - Dia bisa menjadi seorang manusia! Allah bisa menjadi apapun atau siapapun yang Dia kehendaki; Saya tidak akan mengajari Dia bagaimana cara menjadi Allah!

Tidak lama setelah kejadian itu saya memberikan hidup saya kepada Kristus. Dan dalam waktu semalam saja Allah telah mentransformasi hidup saya. Saya nyaris sama sekali tidak tahu tentang Evangelikalisme (Injili) ataupun Protestanisme. Saya telah menjadi seorang Kristen. Saya telah memiliki hubungan pribadi dengan Allah seluruh jagat raya dan suatu alasan untuk menjalani hidup ini untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Saya ingin membawa corong suara ke bulan dan meneriakan kepada seluruh penduduk bumi bahwaAllah ada dan bahwa mereka bisa mengenal-Nya.

Pelajaran Alkitab saya yang pertama sebagai seorang Kristen baru diajarkan oleh seorang mantan Katolik, yang dirinya sendiri pernah diajarkan oleh seorang mantan imam Katolik. Jadi saya belajar sejak permulaan bahwa Gereja Katolik adalah suatu sekte, sistem agama yang semu yang membawa berjuta-juta orang tersesat. Selama bertahun-tahun saya mengajarkan tentang keburukan Gereja Katolik, mencoba untuk menolong orang-orang, bahkan keluarga-keluarga seluruhnya, dengan membawa mereka keluar dari agama buatan manusia, kedalam hubungan yang sejati dengan Kristus lewat kekristenan satu-satunya yang saya kenal dan saya percaya dengan segenap hati saya.

Kira-kira setahun setelah komitmen saya pada Kristus, David menelpon saya untuk mengatakan bahwa dia telah menjadi percaya bahwa Kristus adalah Allah dan bahwa, baginya, hal ini juga berarti memberikan hidupnya kepada Kristus. Tetapi dia belum siap untuk memberikan komitmen dirinya pada gereja manapun juga pada saat itu (meskipun dia telah menghadiri kebaktian-kebaktian Baptis). Jumlah denominasi-denominasi Protestan yang terus bertambah dan kelompok-kelompok yang memisahkan diri, bagi David adalah suatu kesaksian yang buruk akan kata-kata Kristus bahwa Dia akan membangun Gereja-Nya. Dimana persatuan? Bagaimana bisa, dia bertanya, umat Kristen yang tulus, lahir-kembali, percaya pada Alkitab, didiami dan dipimpin oleh Roh Kudus yang sama, bisa datang pada interpretasi yang berbeda-beda?

Inilah satu diantara berbagai pemikiran yang membawa David untuk mempelajari Gereja Katolik Roma. Sayapun merasa ngeri dan khawatir baginya. Bagaimana dia bisa menjadi seorang Kristen yang sejati dan percaya pada Gereja Katolik?

Waktu itu Natal tahun 1978 ketika saya mengunjungi David kembali. Dia membawa saya bertemu dengan seorang biarawan yang selama ini telah membimbingnya dalam belajar dan saya yakin adalah agen iblis dalam misi untuk menyesatkan kakak saya. Dan lalu kami pergi menghadiri Misa tengah-malam Malam Natal. Itu adalah untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di suatu gereja Katolik. Saya duduk dengan terbengong-bengong sepanjang Misa Kudus, dan juga sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Ketika saya akhirnya dapat berbicara, saya berkata kepada David: "Mirip dengan sebuah sinagoga (bait Allah - rumah ibadah orang Yahudi), tetapi ada Kristusnya!!" Dia berkata, "Benar!" Dan saya lalu menjawab, "Salah!!!! Kristus telah menggenapi hukum nabi Musa; semua ritual dan hal-hal sudah disingkirkan!" Hati saya terasa sakit. Bagaimana David bisa terjebak seperti itu? Apakah dia punya batu sandungan? Apakah dia tertarik dengan liturginya? kepada keindahan artistis, dari latar belakang Yahudi kami? Tidakkah dia bisa melihat Kristus sebagai tujuan akhir semua ini?

David menjadi Katolik pada tahun 1979. Tagihan telepon kami antara Kalifornia dan New York sangat tinggi selama tahun-tahun berikutnya. Lebih dalam dia terjun dalam apa yang saya anggap sebagai kesesatan, lebih dalam lagi saya melahap apa yang saya tahu sebagai kebenaran. Setelah menyelesaikan institut Alkitab di gereja saya, saya memasuki program paska sarjana di Talbot Theological Seminary di La Miranda, Kalifornia, sekaligus menjadi pelayan full-time ministri di lembaga permasyarakatan Lancaster, Kalifornia. Keinginan saya yang terdalam setelah lulus adalah menjadi staff di gereja setempat untuk mengajar kaum wanita, menolong mereka untuk membesarkan keluarga yang diridhoi oleh Allah dan untuk menjangkau orang-orang lain dengan Kabar Gembira.

Allah yang memberi kita keinginan-keinginan dalam hati kita adalah Allah yang sama yang membawa keinginan-keinginan ini menjadi kenyataan. Setelah tamat dari Talbot di bulan Mei 1990, saya dipanggil untuk menjadi staf suatu gereja Sahabat Injili (dari aliran Quaker) di wilayah Orange, Kalifornia, sebagai direktur pelayanan wanita. Secara doktrinal, denominasi Sahabat (Friends) ini tidak sepenuhnya sesuai dengan kepercayaan saya, karena mereka telah menghapuskan pembaptisan dan komuni. Gereja yang satu ini, akan tetapi, dibawah kepemimpinnan seorang pastor yang baru, dari latar belakang Baptis (dan mantan Katolik), telah membawa kembali pembaptisan dan komuni ke kongregasi tunggal ini dalam denominasi tersebut.

Dalam bulan transisi yang menentukan dari pelayanan penjara ke gereja lokal itu, saya kembali mengunjungi David di New York. Bulan Juni tahun 1990. Dalam salah satu percakapan maraton kami, David bertanya, "Bagaimana kok kaum Injili tampaknya tidak ingin berusaha untuk bersatu? Tidakkah Yesus berdoa bahwa kita semua akan menjadi satu ...?" Saya melihat kesulitan muncul. "Ya, Yesus berdoa supaya kita menjadi satu, seperti Dia dan Bapa adalah satu .. tetapi tanpa mengorbankan kebenaran!"

Setelah itu David menanyakan jika saya pernah membaca terbitan majalan yang berada diatas meja yang berjudul "This Rock" (Batu Karang Ini), yang disebutkannya sebagai suatu majalah "apologis Katolik". Saya bahkan tidak dapat mengerti dua kata itu bisa digabungkan jadi satu. Saya tidak pernah tahu bahwa umat Katolik punya pembelaan terhadap imannya - tak seorang Katolikpun pernah berbicara tentang Injil kepada saya. Lebih jauh lagi, saya tidak pernah mengenal umat Katolik yang peduli akan orang-orang yang tahu Alkitab.

Saya membawa majalah itu bersama sama kembali ke Kalifornia karena rasa ingin tahu, tetapi juga karena rasa hormat kepada orang-orang yang setidak-tidaknya ingin memberitahukan kepada orang-orang lain tentang apa yang dipercayainya - meskipun mereka salah sekalipun. Di dalam majalah itu ada iklan satu halaman penuh yang berbunyi: Pendeta Presbiterian Menjadi Katolik. Tidak mungkin! demikian kata saya pada diri sendiri. Saya tidak peduli apa anggapan orang itu terhadap dirinya, atau apa pekerjaannya, tidak mungkin "pendeta Presbiterian" ini bisa menjadi seorang Kristen yang sejati jika dia masuk Katolik. Bagaimana dia bisa mengenal Kristus dan tertipu?

Saya lantas memesan seri 4 kaset dari mantan pendeta Presbiterian ini (yang namanya adalah Scott Hahn) berikut perdebatan dua bagian dengan seorang profesor dari Wesminster Theological Seminary menyangkut topik justifikasi (iman saja versus iman dan perbuatan). Pernyataan penutup Scott Hahn menyarikan 2000 tahun sejarah gereja dan berpuncak dengan pemikiran bahwa mereka yang mau meneliti klaim-klaim Gereja Katolik dan menilai bukti-bukti yang ada akan sampai pada "kejutan besar dan kecengangan yang mulia" karena menemukan bahwa apa yang selama ini mereka serang dan coba membawa orang-orang keluar daripadanya, ternyata sesungguhnya justru adalah Gereja yang Kristus dirikan di dunia ini.

Kekagetan luar biasa adalah kata-kata yang bisa menjelaskan apa yang saya alami pada saat itu. "Oh tidak," pikir saya, "jangan katakan pada saya bahwa semua ini adalah benar." Pikiran itu melumpuhkan saya. Saya tidak dapat percaya apa yang saya pikirkan. Dan hal itu datang pada saat yang paling tidak menyenangkan. Dalam waktu dua minggu saya akan mulai bekerja di gereja yang baru.

Saya membaca ulang pernyataan doktrinal denominasi Friends yang segera saya akan bergabung dengannya. Ada cerita tentang pendirinya, George Fox, yang pertobatannya yang dramatis di tahun 1600 memenuhi dirinya dengan kecintaan yang mendalam pada Allah dan semangat untuk menentang penyelewengan-penyelewengan pada jamannya. Dalam keinginannya supaya Allah disembah dalam roh dan dan dalam kebenaran, Fox menghapuskan dua sakramen atau ordinansi yang tersisa, yang telah dibiarkan oleh Martin Luther, yaitu Pembaptisan dan Komuni - supaya iman jangan diletakkan pada unsur anggur, roti dan air, melainkan pada Allah yang menjadi pusatnya.

Saya menyukai semangat George Fox, tetapi saya percaya bahwa dia salah. Pembaptisan dan Komuni jelas-jelas diperintahkan dalam Kitab Suci meskipun saya percaya mereka hanya sebagai simbol saja. Lantas muncul pikiran: Bagaimana jika Luther ternyata melakukan apa yang George Fox lakukan? Bagaimana jika Luther, karena semangat dan kasihnya kepada Allah, juga menghapuskan apa yang dikehendaki oleh Allah? Nyali saya menjadi ciut dan kekhawatiran saya membesar. Apakah pikiran-pikiran saya berasal dari Allah? Apakah berasal dari setan? Saya hanya bisa menyadari bahwa dihadapan Allah, saya harus menemukan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik.

Selama dua tahun berikutnya sebagai staf gereja Friends, saya memesan buku, pita rekaman, bahkan langganan majalah This Rock, meskipun saya tidak menyukai apapun yang berbau Katolik datang di kotakpos saya. Ketika saya memberitahu David tentang penyelidikan saya, dia menantang saya tentang doktrin Sola Scriptura. "Ros, dimana Alkitab mengajarkan tentang Sola Sciprtura?" Pertanyaan ini mengusik saya. Saya pernah mendengar sebelumnya dan saya memilih untuk mengabaikannya. "Jika," saya pikir, "engkau sungguh mengenal Kristus, jika engkau percaya Kitab Suci sebagai Firman Allah, jika Roh Kudus bekerja dalam hidupmu, menerangi dan menguatkan Firman-Nya kepadamu, engkau tidak akan menanyakan pertanyaan seperti itu. Mengapa engkau menjadikan tantangan terhadap otoritas Alkitab sebagai fokusmu dan bukannya berpegang padanya sebagai santapanmu?"

Dia mencoba meyakinkan saya bahwa dia percaya bahwa Kitab Suci adalah Firman Allah, tidak bercela, tidak memiliki kesalahan dan memiliki wibawa. "Tetapi," dia bertanya, "dimana Alkitab mengatakan bahwa dirinya adalah satu-satunya otoritas? Dan dimana Kitab Suci mengatakan Firman Allah terbatas pada hal-hal yang tertulis?"

Saya menyebutkan sejumlah ayat-ayat Alkitab (2 Tim 3:16,17; 2 Pet 1:20-21, dan lain-lain), tetapi tidak satupun menjawab pertanyaan David. Bahkan ayat-ayat ini menimbulkan pertanyaan-2 lanjutan: "Bagaimana kita tahu Perjanjian Baru adalah bagian Kitab Suci? Ayat-ayat tersebut hanya merujuk pada Perjanjian Lama karena Perjanjian Baru berlum dijadikan saat itu, setidaknya tidak dalam bentuk utuh seperti sekarang. Semakin dalam saya menggali masalah ini saya berhadap-hadapan dengan fakta bahwa Kitab Suci tidak mengajarkan sola scriptura dimanapun juga.

Tanpa perlu menjelaskan maksud penyelidikan saya, saya melontarkan pertanyaan yang sama kepada para pastor dan pemimpin studi Alkitab. Tak seorangpun bisa menjadi dari Alkitab. Masing-masing datang dengan ayat-ayat yang sama seperit yang saya lihat sebelumnya dan ketika saya membalikan bahwa ayat-ayat itu tidak mengajarkan bahwa Alkitab adalah otoritas satu-satunya, mereka dengan enggan mengiyakan, dan "ayat yang mengganggu pikiran saya" tidak pernah teringat oleh siapapun. "Betapa mencengangkan," saya berpikir. "Kita mengajarkan doktrin Alkitab saja tetapi Alkitab sendiri justru tidak pernah mengajarkannya. Akan tetapi, tetap saja hal ini tidak membuktikan bahwa ada otoritas lain diluar Alkitab.

Pemikiran itu terus muncul: kaum Injili mengajarkan doktrin yang tidak ada di Alkitab sementara menyangkal bahwa ada sesuatu di luar Alkitab yang juga punya otoritas. Ada yang salah disini. Dan kalau kita salah dalam hal ini, apakah mungkin kita juga salah dalam hal lainnya? Bagaimana bisa, umat Protestan menerima Kanonisasi (standarisasi) Alkitab - percaya bahwa Allah yang memberi inspirasi pada Alkitab juga memimpin orang-orang di konsili-konsili di abad ke-4 dan ke-5 untuk mengenali kitab yang mana yang merupakan inspirasi Allah, tetapi menghapuskan banyak doktrin-doktrin utama seperti Ekaristi, Pembaptisan, Suksesi Apostolik dll? Lebih jauh lagi, pada 400 tahun pertama, sebelum kanon Alkitab difinalisasi, lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukannya mesin cetak, iman Kristen bisa terpelihara, diteruskan secara oral dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Bagaimana bisa dalam 400 tahun terakhir kekristenan sejak masa Reformasi, dengan kanon Alkitab yang sudah ada, iman itu telah terpecah menjadi ribuan denominasi, masing-masing dengan doktrin yang berbeda dan bersaing, meskipun masing-2 mengaku "berpegang pada Firman Allah?"

Saya mulai membaca segala yang bisa saya temukan, kapanpun saya bisa, sampai saya menyadari setelah dua tahun bahwa saya harus meninggalkan gereja saya di Kalifornia dan mendedikasikan diri saya untuk menentukan jika Gereja Katolik adalah sungguh-sungguh seperti pengakuannya. Saya pindah ke New York dan mulai apa yang menjadi pencarian yang intensif selama dua setengah tahun. Selama berbulan-bulan saya membaca setiap karya Protestan Injili yng bisa saya temukan yang berseberangan pendapat dengan Gereja Katolik. Saya ingin dibebaskan dari nasib kemungkinan menjadi Katolik nantinya. Dengan kekecewaan yang besar saya menemukan bahwa para pengarang Injili ini berseberang pendapat dengan apa yang mereka percaya diajarkan oleh Gereja Katolik. Mereka berargumentasi dengan apa yang mereka percaya diajarkan oleh Gereja Katolik, dan agaknya pemahaman dan kesalah-pahaman mereak terhadap ajaran Gereja Katolik, mencerminkan perspektif Protestan darimana mereka berasal. Ucapan bijak dari almarhum Uskup Agung Fulton Sheen menjadi nyata: "Tidak ada seratus orang di Amerika Serikat yang membenci Gereja Katolik. Ada berjuta-juta orang, yang membenci apa yang secara salah mereka percaya sebagai Gereja Katolik - yang mana, tentunya, sangat berbeda."

Setiap penemuan tentang suatu ajaran Katolik membawa saya untuk kembali meneliti sejumlah doktrin-doktrin Injili. Dan dengan setiap pemikiran yang membawa saya lebih dekat dengan Gereja, suatu perasaan duka dan kematian menyelimuti saya dalam memikirkan bahwa saya akan terpisah tidak hanya dengan gereja saya di Kalifornia, tetapi dengan satu-satunya kekristenan yang telah saya kenal selama 18 tahun.

Sebelum meninggalkan Kalifornia, seorang pastor yang saya kasihi dengan siapa saya berbagi pencarian kebenaran ini, bertanya: "Jika tidak ada Gereja Katolik, apakah pemahamanmu tentang Perjanjian Baru juga akan membawamu untuk menciptakan iman Katolik?" Jawaban saya waktu itu adalah, "Itulah yang sedang saya cari tahu." Setahun sesudahnya, saya akan mengatakan begini, "Tidak, saya tidak akan sampai pada Gereja Katolik, tetapi saya juga tidak akan bersama-sama lagi dengan Protestan Injili." Saya telah menjadi seorang Kristen tanpa rumah. Saya tidak bisa memikirkan menjadi Katolik, tetapi saya juga tidak bisa kembali kepada Evangelikalisme.

Tiga buku sangat membantu saya selama pencarian ini: Essay on the Development of Christian Doctrine, Liturgy and Personality, The Spirit of Catholicism. Lebih banyak saya baca, lebih banyak saya merasakan keindahan, kedalaman, kegenapan desain Allah atas Gereja-Nya melebihi segala hal yang saya kenal. Dalam setiap hal, termasuk tiga yang paling terkenal dalam Reformasi - sola gratia, sola fide, sola scriptura - saya menjadi percaya bahwa Gereja Katolik selaras dengan Alkitab. Segala apa yang saya baca tentang ajaran dan hidup Katolik membawa saya lebih dekat kepada Gereja; sementara sebagian besar yang saya perhatikan membuat saya ingin melarikan diri daripadanya. Dimana Gereja yang saya baca di buku-buku? Dimana Gereja yang bisa disebut "rumah"?

Suatu hari Minggu, saya duduk di bangku belakang sebuah paroki Katolik yang saya kunjungi pertama kalinya. Saya mendengar imam mengatakan apa yang tidak pernah saya dengar dari orang Katolik sebelumnya. Pada konklusi pesan Injil, dia berkata kepada kongregasi, "Kita perlu memberitahukan kepada seluruh dunia!" Hati saya terpaku. Inilah pertama kalinya saya merasakan semangat untuk memenangkan jiwa-jiwa yang diteriakan dari atas mimbar sebuah Gereja Katolik.

Air mata sayapun meleleh. Sejak pertama saya bertemu Kristus, saya telah menjalani hidup ini untuk memberitahukan orang-orang tentang Dia. Saya berpikir, jika Gereja Katolik itu benar, mengapa tidak ada orang Katolik yang Evangelikal? Evangelikal (Injili) bukan sinonim dengan Protestanisme. Untuk menjadi seorang Injili adalah untuk menjadi seorang utusan: yaitu untuk menjangkau kepada dunia yang hilang dan terluka untuk memberitahukan kepada mereka tentang kabar gembira Kristus - bahwa ada seorang Juru Selamat yang datang bagi orang-orang berdosa dan memberikan nyawanya kepada semua yang mau datang kepada-Nya.

Saya bertemu dengan romo tersebut, Father James T.O'Connor, pastor paroki St.Joseph di Millbrook, New York, pada permulaan tahun 1995. Dalam dua pertemuaan dia sangat membantu saya dengan beberapa topik yang sulit, terutama menyangkut Misa Kudus dan sifat sakramental Gereja. Saya menyadari, segera sesudahnay, bahwa pertanyaan tiga tahun terjawab sudah. Saya tahu bahwa di hadapan Allah, saya perlu masuk Gereja Katolik... yang mana hal ini saya lakukan pada Paskah 1995. Saya telah menemukan Gereja yang adalah rumah saya.

Saya masih sedikit kikuk. Saya merasa seperti telah mengarungi lautan dan masih belum tahu cara navigasi. Tetapi saya tahu bahwa itu adalah kebenaran. Tidak hanya perbedaan-perbedaan doktrinal yang memisahkan Protestan Injili dengan Katolik. Tetapi suatu cara pandang yang berbeda. Dunia saya telah terbuka lebar. Segala penciptaan telah memiliki makna yang baru bagi saya.

Saya telah menyambut segala ajaran Gereja yang didirikan Kristus 2000 tahun lalu. Ini adalah Gereja tersebut, didirikan atas para rasul dan nabi, biji sesawi yang telah tumbuh menjadi sebuah pohon, yang telah dipelihara dan meneruskan iman yang suatu ketika diberikan kepada orang-orang kudus; bahwa Gereja yang telah berdiri diuji oleh waktu sepanjang jaman, setiap bidaah, kebingungan, perpecahan dan dosa. Dan inilah Gereja yang akan terus berdiri hingga akhir jaman, karena sungguh-sungguh merupakan Tubuh-Nya, dan dalam esensinya karenanya, kudus, tidak akan pernah berubah, dan abadi.

Dan rahmat demi rahmat inilah Gereja yang telah mengembalikan kepada saya kekhidmatan, keagungan, pesona yang saya kenal sewaktu saya kecil di sinagoga-sinagoga. Saya berkata kepada David suatu ketika, "Saya merasa seolah saya kembali memiliki Allah." Betapa aneh pernyataan yang keluar dari mulut seseorang yang telah mengenal Dia begitu indahnya dan setulusnya lewat Protestan Injili. Tetapi dalam kebebasan dan familiaritas ekpresi dan ibadah Injili, rasa Allah yang transenden seringkali hilang. Sungguh baik untuk membungkuk hormat dihadapanNya.

Dan saya telah melihat bahwa Allah yang transenden, telah memberikan kita Putera-Nya, dan dalam Tubuh-Nya, yaitu Gereja, melebihi apa yang bisa saya bayangkan - tidak melebihi Kristus, tidak selain daripada Kristus, melainkan Kristus seutuhnya.

"O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!" (Roma 11:33)

Selama saya masih diberi nafas oleh Allah, saya ingin memberitahukan kepada dunia tentang sang Juru Selamat dan Gereja-Nya yang satu, kudus, Katolik, dan apostolik.

Jumat, 15 Juli 2011

PROSEDUR PERNIKAHAN di GEREJA KATOLIK



A. TAHAP PERTAMA 
  1. Pendaftaran pernikahan di Gereja melalui Sekretariat pada paroki masing-masing pada hari kerja (hari kerja dan waktu buka seketariat disesuaikan masing-masing paroki
  2. Membawa surat pengantar dari lingkungan calon mempelai (baik Pria dan wanitanya). Dalam hal ini Surat Pengantar untuk mengikuti KPP (Kursus Persiapan Perkawinan)
  3. Membawa Foto Copy Surat Baptis yang diperbaharui :
    1. Katolik dengan Non Katolik - Salah satu calon mempelai yang beragama Katolik
    2. Katolik dengan Katolik – kedua calon mempelai wajib melampirkannya
Surat Baptis yang diperbaharui berlaku 6 bulan samapai dengan hari H (Pernikahannya)
  1. Membawa Pas Foto 3x4 masing-masing 3 lembar
  2. Menyelesaikann Biaya Administrasi KPP (Kursus Persiapan Pernikahan), besar biaya disesuaikan paroki masing-masing. Dan hal-hal yang berkaitan dengan pendaftaran KPP, bisa ditanyakan di seketariat maing-masing paroki.

B. TAHAP KEDUA
  1. Selesaikan prosedur Tahap Pertama
  2. Mengisi fonnulir dan menyerahkan berkas-berkas pernikahan,
    yaitu:
  •  
    • Surat pengantar dati lingkungan masing--masing
    • Sertifikat Kursus Persiapan Pemikahan yg asli dan fotokopinya
    • Surat baptis asli yang telah diperbaharui
    • Foto berwama berdampingan ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar
    • Fotokopi KTP saksi pernikahan 2 (dua) orang yang Katolik
  1. Kedua calon mempelai datang ke Romo ybs untuk melakukan pendaftaran penyelidikan kanonik (harus datang sendiri, tidak dapat diwakilkan)
  2. Bagi calon mempelai yang belum Katolik danlatau bukan Katolik, harap menghadirkan 2 (dua) orang saksi pada saat penyelidikan kanonik untuk menjelaskan status pihak yang bukan Katolik. Saksi adalah orang yang benar-benar mengenal pribadi calon mempelai yang bukan Katolik dan bukan anggota
    keluarga kandungnya.
  3. Apabila kedua calon mempelai dari luar Paroki/Gereja dimana domisili calon mempelai harap membawa surat delegasi/pelimpahan pemberkatan pemikahan dari Pastor/Romo setempat (tempat Penyelidikan Kanonik
C. PERNlKAHAN CATATAN SIPIL

  1. Datang ke sekretariat Gereja sebulan sebelumnya untuk pengurusan pemikahan catatan sipil dengan membawa: (Bila catatan Sipil dilakukan di Gereja setelah Pernikahan)
  •  
    • Surat pengantar dari Kelurahan untuk pendaftaran perkawinan
    • Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga Kelurahan kedua belah pihak
    • Fotokopi Akta Kelahiran kedua mempelai
    • Fotokopi SKBRI (WNI). Jika tidak ada, bawa SKBRI/WNI orang tua
    • Untuk umat keturunan - Fotokopi Surat Ganti Nama (Bila tidak ada, lampirkan Surat Ganti Nama dari. orangtua)  
    • Pas foto berdampingan ukuran. 4 x 6 sebanyak 6 lembar
  1. Akan dibuatkan pengumuman ke kantor Catatan Sipil sesuai KTP yang bersangkutan dari calon mempelai. (kebijakan ini tergantung catatan sipil setempat)
  2. Pada hari "H", Akta Kelahiran asli kedua mempelai dan Surat Pemberkatan Nikah Gereja diserahkan kepada petugas Catatan Sipil
  3. Pencatatan pemikahan sipil bisa diurus oleh mempelai sendiri atau oleh Pihak Gereja.
D. BIAYA

  1. Untuk besar Biaya disesuaikan dari kebijakan masing-masing Paroki yang bersangkutan dimana akan diadakn pernikahan tersebut. Biaya tidak terikat dan khusus bagi mereka yang kurang mampu, dapat menghubungi Romo Paroki yang bersangkutan, untuk mendapatkan keringanan, dan Bahkan bagi yang sama sekali tidak mampu diberikan kebebasan “semampunya” untuk mengganti biaya-biaya Administrasi.
  2. Biaya-biaya tersebut digunakan untuk :
  •  
    • Pembayaran biaya-biaya administrasi, listrik Gereja terlebih bila Gereja tersebut ber-AC
    • Pencatatan Pernikahan Catatan Sipil bila dilakukan di Sekretariat Gereja dan Biaya transport untuk Petugas dari Catatan Sipil setempat.
  1. Mintalah Tanda Bukti Pembayaran dari pihak sekretariat.
  2. Biaya-biaya diluar Keseketariatan yaitu:
    • Bunga dekorasi
    • Sumbangan tanda kasih untuk Paduan suara - langsung kepada
      dirigen/pimpinan Paduan Suara
    • Iura Stolae bagi pastor/Romo yang memimpin upacara Pernikahan (yang sepantasnya berlaku umum). Iura Stolae diletakkan di dalam keranjang buah persembahan. Jika pemikahan dilangsungkan dalam pemberkatan (bukan misa), Iura Stolae diberikan langsung kepada imam setelah pernikahan.
 TIPS menghemat Biaya pernikahan

  • Tidak menggunakan Weddings Organizer
  • Bisa menggunakan fasilitas Kapel (bila terdapat kapel) sehingga biaya operasional gedung gereja lebih effisien (karena Kapel tidak terlalu besar baik dari segi ukuran bangunan maupun penggunaan Daya listrik (Ac bila ada)).
  • Bila mempelai adalah anggota Paduan Suara (koor), bisa meminta bantuan team Paduan Suara / koor-nya
  • Tidak menggunakan dekorasi bunga secara berlebihan
Catatan:

  • Weddings Organizer di luar tanggung jawab gereja dan tidak diperkenankan campur tangan dalam urusan liturgi di gereja.
  • Jika upacara pernikahan dirayakan dalam misa kudus hari Minggu, maka liturgi yang di gunakan adalah liturgi hari Minggu yang bersangkutan.
  • Persembahan untuk misa adalah: roti dan anggur, buah, bunga (Lilin tidak!)
  • Mempelai dimohon mempersiapkan lektor untuk membaca doa umat dan 4 orang pembawa persembahan.
  • Format teks pernikahan yang berlaku biasanya disediakan di paroki masing-masing (bisa hubungi pihak sekretariat paroki.
  • Jika ada sumbangan sukarela untuk kas putera altar, diletakkan di dalam keranjang buah dengan keterangan yang jelas. Tidak diperkenankan memberi langsung kepada putera altar yang bersangkutan (jika hanya pemberkatan langsung diserahkan kepada imam yang bersangkutan).
  • Tidak ada biaya untuk koster dan pihak sekretariat secara pribadi.
  • Permintaan surat baptis yang diperbaharui atau surat-surat lainnya kepada pihak sekretariat dikenai sumbangan sukarela yang langsung dimasukkan dalam kotak sumbangan administrasi yang disediakan di kantor sekretariat.
  • Hal-hal khusus lainnya langsung ditanyakan kepada pastor paroki
E. PERSIAPAN-PERSIAPAN DAN KELENGKAPAN LAIN
  1. Yang perlu dipersiapkan oleh Pengantin ialah
  • Bentuk Panitia dari keluarga (2-3 orang)
  • Salib, Rosario dan Kitab Suci
  • Persembahan: buah-buahan, dan bunga persembahan
  • Bunga untuk Bunda Maria
  • Menentukan/memilih kelompok Paduan Suara/Koor
  • Buku Panduan Pernikahan (harap dikonsultasikan dahulu dan mendapat persetujuan dari Pastor/romo yang akan memberkati)
  • Cincin Perkwainan kedua mempelai
  • Saksi Pernikahan
  • Dekorasi bunga (Lihat biaya diluar keseketariatan)
  • Putera Altar akan disiapkan dari Gereja.
  • Segala perlengkapan Gereja (kecuali yang disebutkan diatas) akan
    disiapkan oleh Koster Gereja

Kebijakan Paroki Tentang Pernikahan Pada Masa Khusus
Pada prinsipnya gereja dilarang merayakan misa ritual pada hari Minggu selama masa khusus. Aturan ini tercantum dalam Misale Romanum terbaru art. 372. beberapa hal yang harus diperhatikan melalui pernyataan di atas adalah:
  1. Misa ritual adalah perayaan yang berkaitan dengan sakramen (mis: pernikahan) atau sakramentali (pemberkatan rumah).
  2. Masa khusus meliputi:
Adven
Masa persiapan kita untuk menyongsong pesta Natal (hari kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus); sekaligus masa penantian eskatologis (kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya, yaitu dalam kemuliaan-Nya pada akhir jaman).
Rabu Abu
Abu adalah sisa-sisa pembakaran daun palma yang telah kering yang berwarna hitam. Dalam Kitab Suci, abu antara lain mengungkapkan:
  • sesuatu yang tidak berharga;
  • kesengsaraan;
  • kerendahan diri di hadapan Allah (bdk. Kej 18:27);
Dalam upacara Rabu Abu (awal masa prapaskah) dahi kita diberi abu untuk mengungkapkan kelemahan dan dosa kita yang ditandai dalam proses matiraga (puasa dan pantang) dan tobat.
Prapaskah

Mempersiapkan para calon Baptis untuk memberi arti dan menghidupi sakramen Baptis yang akan mereka terima pada Hari Raya Paskah/Masa Paskah.
Mempersiapkan seluruh umat beriman akan Yesus Kristus untuk bisa lebih memaknai dan menghayati hidup dalam persatuan  dengan sengsara-wafat-kebangkitan-Nya.
Pekan Suci (Minggu Palma - Kamis Putih - Jumat Agung -  Sabtu Suci -Malam Paskah - Minggu Paskah)
Minggu Palma
  Perayaan kemenangan Kristus Raja dengan penyambutan-Nya di Yerusalem; sekaligus pewartaan penderitaan-Nya sebagai jalan menuju kemuliaanNya.
Kamis Putih
Mengalami kembali tiga penstiwa penting, yaitu:
  • persembahan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur kepada Bapa dan para rasul sebagai makanan dan minuman yang berdasarkan Kasih-Nya kepada dunia (pendirian sakramen Ekaristi);
  • penugasan para rasul dan penggantinya dalam imamat yang juga dipersembahkan sebagai kurban;
  • perintah Yesus mengenai Kasih Persaudaraan.
Jumat Agung

Merenungkan sengsara Tuhan Yesus Kristus, domba kurban  kita yang dipersembahkan dan kita menyembah salibNya (lih. 1Kor 5:7) melalui Sabda yang diperdengarkan untuk kita semua. Gereja mau menampilkan keikutsertaannya pada detik-detik terakhir sengsara dan wafat Yesus. Dan lewat Sabda yang dibacakan hari itu terungkaplah kekayaan teologi salibi
pengorbanan total Allah untuk kita. Permenungan ini berangkat
dari luka Kristus yang wafat pada salib disertai dengan doa bagi keselamatan seluruh dunia. Sifat Jumat Agung yang demikian ini menyadarkan kita untuk menghayatinya secara khusus sebagai hari tobat.Sabtu Suci
Merenungkan penderitaan, wafat, dan turunnya Kristus ke  alam maut / dunia orang mati (lih. 1Pet 3:19). Saat itulah Yesus mewartakan keselamatan kekal kepada mereka yang mati sebelum Kristus hadir secara fisik. Begitu pentingnya makna Sabtu Suci ini sehingga tidak deperkenankan mengadakan sakramen-sakramen kecuali sakramen tobat dan sakramen pengurapan orang sakit (lih. Litterae Circurales De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrands art. 75).
Malam Paskah
Merupakan malam tirakatan (vigili) bagi Tuban (bdk. Kel 12:42 sikap berjaga-jaga bangsa di Israel yang akan dibebaskan dari perbudakan Mesir). Tirakatan ini diadakan untuk mengenang malam kudus Tuhan yang bangkit. Perayaan ini HARUS dilaksanakan pada waktu malam dan berakhir setelah fajar Minggu. Seperti umat Israel yang dibimbing oleh tiang api saat keluar dari Mesir, demikian juga orang-orang Kristiani pada gilirannya mengikuti Kristus Sang cahaya abadi dalam kebangkitan-Nya.
Paskah
Hari raya kebangkitan Tuhan telah tiba! Dengan demikian misa Minggu Paskah HARUS dirayakan dengan meriah.
OktafPaskah  

Delapan hari khusus gereja untuk merayakan puncak dan inti iman kita akan Yesus Kristus yang bangkit untuk kita.
Peringatan arwah semua orang beriman (setiap tgl. 02 November)          
Peringatan Gereja secara khusus bagi semua orang yang telah meninggal dunia untuk memperoleh indulgensi (kemurahan hati atau pengampunan Allah) mela1ui doa-dao yang kita panjatkan.

Berdasarkan makna dan suasana masa khusus dari dua dokumen liturgi, yaitu: Misale Romanum dan Litterae Circurales De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrands, Biasanya ada kebijakan (tergantung paroki setempat) berkaitan dengan perayaan upacara pemikahan, sbb:
  1. Dalam masa Adven dan Prapaskah masih diijinkan untuk melangsungkan upacara pemikahan dengan memperhatikan kesederhanaan. Ukuran kesederhanaannya adalah:
A. Masa Adven
Gereja
  • Hiasan bunga diijinkan hanya di sekitar altar.
  • Tidak menggunakan karpet di lorong.
  • Tidak ada hiasan bunga di sepanjang lorong menuju altar.
  • Tidak ada hiasan bunga di pintu masuk gereja.
  • Warna liturgi mengikuti masa yang berlaku
Imam dan mempelai
  • Kasula imam berwarna putih.
  • Mempelai diperkenankan membawa bunga tangan.
  • Diperkenankan mempersembahkan bunga di patung Maria.
B. Masa prapaskah
Gereja
  • Hiasan bunga TlDAK DIIJINKAN sarna sekali dan diganti
  • dengan dedaunan secukupnya di sekitar altar.
  • Tidak menggunakan karpet di lorong
  • Tidak ada hiasan bunga di sepanjang lorong menuju altar
  • Tidak ada hiasan bunga di pintu masuk gereja
  • Wama liturgi mengikuti masa yang berlaku
  • Orgen/alat musik lainnya hanya bersifat mengiringi lagu (tidak ada instrumental)
  • Lagu-Iagu juga tidak sebanyak masa liturgi umum (dikonsultasikan dengan imam)
Imam dan mempelai
  • Kasula imam berwarna putih
  • Mempelai diperkenankan membawa bunga tangan
  • Diperkenankan mempersembahkan bunga di patung Maria
2. Dalarn upacara Rabu abu, pekan suci, oktaf paskah, dan peringatan arwah semua orang beriman 2 November TlDAK DIIJINKAN untuk melangsungkan upacara pernikahan.
3. Kebijakan ini akan berubah (bersifat tentatif) setelah dokumen khusus tentang pernikahan dari KWI mendapat pengesahan dari Vatikan dan diberlakukan di Keuskupan-keuskupan di Indonesia.
http://www.imankatolik.or.id/

Rabu, 13 Juli 2011

~Gadis Kecil Cina dan Sakramen Mahakudus~

Cece Tee
 
Beberapa bulan sebelum wafatnya, Uskup Fulton Sheen diwawancarai dalam sebuah siaran TV nasional. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah:
“Uskup Sheen, anda telah mengilhami berjuta-juta orang di seluruh dunia. Siapakah yang mengilhami anda? ...Apakah Bapa Suci?”
Uskup Sheen menjawab bahwa bukanlah seorang Paus, Kardinal, Uskup, imam ataupun biarawati, melainkan seorang gadis kecil Cina berusia sebelas tahun. Bapa Uskup kemudian menceritakan bahwa ketika Komunis mengambil alih kekuasaan di Cina, mereka memenjarakan seorang imam di pastorannya sendiri dekat Gereja.
Setelah mereka mengurungnya di wisma pastoran, dari jendela kamarnya imam itu dengan gementar melihat mereka memasuki gedung Gereja, lalu menuju ke  altar di mana tabernakel ditempatkan. Dengan kebencian yang sangat, mereka mengeluarkan sibori lalu mencampakkannya ke lantai sehingga Hosti Kudus jatuh berciciran. Imam itu tahu dengan pasti jumlah Hosti Kudus dalam sibori itu; tiga puluh dua.
Ketika Komunis itu pergi, mereka tidak memperhatikan atau mungkin tidak mengacuhkan kehadiran seorang gadis kecil yang sedang berdoa di bangku belakang gereja. Gadis kecil itu melihat semua yang telah terjadi.
Malam itu si gadis kecil datang kembali, menyelinap melewati pengawal di pastoran itu, lalu masuk ke dalam gereja. Di sana dia bersembah sujud selama satu jam, suatu tindakan kasih yang menghapuskan tindak kebencian. Selesai bersembah sujud, dia menuju ke altar, berlutut, membungkuk dan dengan lidahnya menerima Yesus dalam Komuni Kudus.
Gadis kecil itu terus kembali setiap malam untuk bersembah sujud selama satu jam dan menerima Yesus dalam Komuni Kudus dengan lidahnya. Pada malam yang ke-32, setelah menyantap Hosti Kudus yang terakhir, secara tidak sengaja dia telah menimbulkan kebisingan yang membuatkan pengawal terjaga dari tidurnya. Lalu mengejar dan menangkap gadis kecil itu. Terus menderanya dengan gagang senapang hingga gadis kecil itu meninggal.
Kematiran yang gagah berani itu disaksikan dengan hati yang pilu oleh imam yang dikurung itu lewat jendela kamarnya.
Ketika Uskup Sheen mendengar kisah ini, dia begitu tersentuh hingga berjanji pada Tuhan bahwa dia akan memberikan satu jam sembah sujud di hadapan Yesus dalam Sakramen Mahakudus setiap hari sepanjang hidupnya.
Jika gadis kecil ini begitu berani mempertaruhkan nyawanya setiap hari demi untuk menyatakan cinta kasihnya kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus dengan satu jam sembah sujud dan Komuni Kudus, maka setidak-tidaknya, Uskup Sheen berpikir dia harus melakukan hal yang sama.
Bagaimana dengan kita?

Kamis, 07 Juli 2011

“INIKAH BALASANMU PADANYA?” (Dibuang sayang dari seminar seminggu tentang Imamat)

Inno Ngutra
Teman-teman sekalian,

Waktu pelayanan sakramen pengakuan malam ini harus diperpanjang sampai jam 9 malam karena sekitar 10 orang yang masih antre. Setelah itu saya harus menempuh perjalanan sekitar 1jam 30 menit untuk sampai ke tempat kostku sehingga tidak sempat lagi menuliskan renungan malam untuk teman-teman sekalian.

... Jika berkenan maka saya posting kembali saja salah satu cerpen saya dari koleksi pribadi yang saya buat sejak dua tahun terakhir ini kepada teman-teman sekalian untuk menemanimu sebelum merasakan dekapan putri malam:

“INIKAH BALASANMU PADANYA?”
(Dibuang sayang dari seminar seminggu tentang Imamat)

Doa pembukaan hari ke-3 seminar sungguh menyentuh hati. Ini terjadi bukan pada kata yang terangkai dalam kalimat-kalimat indah, melainkan pada sepenggal video pendek yang diputar oleh pembawa acara, yang mengajak para peserta untuk merenungkan tentang apa yang mereka lihat dan dengar dari video tersebut. Kisahnya sebagai berikut:

“Suatu pagi yang cerah, seorang ayah yang sudah lanjut usianya mengajak anak laki-lakinya yang berumur sekitar 30-an untuk menemaninya duduk di halaman rumah mereka sambil menghirup udara pagi yang segar. Ayahnya yang sudah pikun dan kabur penglihatannya tiba-tiba bertanya ketika mendengar suatu bunyi pada pohon di dekat tempat duduk mereka berdua.

Ayah : Apa itu? (Anaknya yang sementara asyik membaca koran pagi menjawab)

Anak : Oh, itu seekor burung (Tiba-tiba burung itu terbang semakin mendekat dan membuat lagi bunyi yang sama. Ayahnya, kemudian bertanya lagi)

Ayah : Apa itu? (Kesal akan pertanyaan yang sama, sang anak semakin meninggikan suaranya dan menjawab)

Anak : Ayah, itu seekor burung (Si burung terbang dan hinggap tepat di samping tempat duduk mereka berdua dan membuat lagi bunyi yang sama pada dedaunan pohon itu. Mendengar bunyi yang sama, sang ayah bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama)

Ayah : Apa itu? (Kekesalan anak terhadap perlakuan ayahnya semakin memuncak dan sambil melepaskan koran di tangannya, sang anak berteriak sambil mengeja huruf satu persatu)

Anak : I T U B U R U N G!

(Mendapatkan reaksi keras suara anaknya, sang ayah beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju rumah. Selang beberapa menit sang ayah kembali ke tempat duduk sebelumnya sambil membawa sebuah buku diary di tangannya yang nampak berkerut, dan dengan gementar ia menyerahkan buku tersebut kepada anaknya sambil memintanya untuk membaca dengan suara yang agak keras. Si anak, lalu membaca bagian berikut ini dalam catatan harian sang ayah)

Sewaktu engkau kecil, engkau melihat pesawat terbang dan bertanya: “Ayah, apa itu? Aku menjawab: Itu pesawat terbang. Esoknya, ketika pesawat lain terbang di langit di atasmu, engkau menghampiriku dan bertanya lagi: “Ayah, itu apa? Aku menjawab dengan penuh kasih: Itu pesawat terbang, nak. Dua hari kemudian, ketika melihat pesawat lagi, engkau bertanya: Ayah, itu apa? Dan sekali lagi aku menjawabmu: Itu pesawat terbang, anakku. Pertanyaan yang sama terjadi sampai dua puluh satu kali, dan setiap kali engkau menanyakan pertanyaan yang sama, aku dengan sabar memberikan jawaban yang sama dengan sabar dan cinta karena aku menyadari bahwa akulah yang harus memberi jawaban kepadamu sebagai bekal pengetahuanmu kelak...(Si anak tak mampu lagi melanjutkan bacaannya karena air mata telah memenuhi seluruh area matanya. Ia lalu menutup diari sang ayah dan dengan penuh cinta ia memeluk erat ayahnya yang sudah tua beruban itu)

Dalam hampir semua tradisi anak manusia, terdapat keharusan untuk menghormati orang yang lebih tua dalam umur apalagi orang tua kita masing-masing. Kitab Suci memberikan tempat spesial bagaimana kita harus menghormati orang tua kita. Beberapa teks dapat kukutip di sini, seperti: Kel.20:12; “Hormatilah ayah ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu.” Atau Zir.7:27; “Hormatilah bapamu dengan segenap hatimu, dan sakit beranak ibumu jangan kaulupakan.” Dan yang lain dalam Mat.19:19; “Hormatilah ayah ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Inti dari semua ini adalah hendaknya kita memberikan penghormatan yang wajar kepada orang tua kita masing-masing, yang karena cinta merekalah saudara dan saya bisa datang ke dunia ini, bertumbuh dan berkembang, dan akhirnya masih ada sampai saat ini.

Dewasa ini, kita temukan di berbagai belahan dunia bagaimana mereka yang lanjut usia hidup dalam kesendirian dan kesepian yang mencekam. Hanya untuk menghindari konflik dengan anggota keluarga lain, akhirnya banyak orang mengirim dan menitipkan orang tua mereka ke panti-panti jompo. Dan, tentunya kisah sedih serupa bahkan lebih menyedihkan harus di alami oleh para biarawan-biarawati yang tidak mempunyai keterikatan hubungan darah dengan para anggota muda dalam tarekatnya. Aku selalu membayangkan dan bertanya:

“Seandainya waktu kita masih kecil, hanya karena alasan kesibukan kerja atau aktivitas lainnya, orang tua kita menitipkan kita di panti-panti asuhan selama bertahun-tahun, maka apa yang nantinya kita rasakan? Apa yang nantinya kita perbuat jika kita tahu kita diperlakukan seperti itu? Tapi syukur bahwa beban hidup dan pekerjaan tidak pernah memadamkan api cinta mereka sebagai bapa dan ibu yang harus memberikan cinta mereka secara langsung kepada buah-buah hati mereka, yakni saudara dan saya sehingga kita dapat ada seperti kita ada saat ini.

Video singkat di dalam doa pembukaan itu sungguh mengatakan dan mengajarkan kepadaku bagaimana aku harus memberikan penghormatan yang wajar kepada orang tuaku. Aku teringat pada tahun 1991 sewaktu aku dihantar oleh almarhun ayah tercintaku untuk meninggalkan kota Ambon menuju Manado demi melanjutkan pendidikan sebagai seorang frater. Ayah yang untuk pertama kali dalam hidupnya meninggalkan tempat kelahirannya dan datang ke pusat ibu kota propinsi Maluku, memberikan sebuah signal cinta lewat penemanannya. Dari raut wajahnya aku menangkap segudang harapan kepadaku bahwa pengorbanannya hendaklah tidak disia-siakan olehku. Tahun 1994 beliau menghembuskan nafas terakhir dan sangat menyedihkan bahwa aku tidak menyempatkan diri melihatnya untuk terakhir kalinya, hanya karena aku sedang belajar dan tidak ada biaya untuk perjalananku kembali ke Ambon saat itu. Sungguh sebuah kisah sedih tapi memang “benih itu harus mati agar bisa menumbuhkan tunas-tunas baru.” Ia pergi agar aku datang. Ia mati agar aku hidup. Inilah dorongan utama bagiku untuk menjadi seorang imam/romo, dan motivasi ini tetap membahana dalam jiwaku untuk mencintai imamatku seumur hidupku, apapun tantangan yang kuhadapi selama perjalanan hidupku sebagai seorang imam.

Ini hanyalah sepenggal kisah yang kualami, yang kumaksudkan untuk mengajak Anda sekalian, para pembaca untuk berefleksi tentang apa yang Anda alami dalam kehidupanmu, terutama dalam relasimu dengan mereka yang sudah lanjut usianya dalam tarekatmu, terutama dalam rumahmu sendiri. Ya, mereka yang Anda panggil papa-mama, opa-oma. Dalam umur sedemikian, tentunya pengetahuan mereka semakin memudar, daya ingat mereka semakin berkurang, kata-kata mereka semakin tak menentu tapi semuanya itu takan pernah menghilangkan kenyataan bahwa mereka adalah orang tua kita masing-masing, yang dari merekalah kita lahir, bertumbuh dan berkembang sehingga kita ada sebagaimana kita ada sekarang ini.

Demikian pun isi video singkat yang kuceritakan di atas hanyalah sepenggal refleksi yang mengatakan dan mengajarkan banyak nilai yang harus kita renungkan dalam hidup. Aku hanya berharap semoga dari hari ke hari kita semakin menunjukkan cinta kita yang tanpa batas kepada mereka yang lanjut usiannya, terutama ayah dan ibu kita masing-masing. Mereka mungkin tak bisa menjelaskan lagi keinginan hati dan pikiran mereka tentang banyak hal namun raut wajah mereka, tingka laku mereka, dan kehadiran mereka adalah sebuah undangan untuk mencintai. Cinta itu akan terasa indah bila ada tantangan dan hambatan. Ketuaan fisik dan kelambanan pikiran adalah sebuah tantangan nyata bagi kita untuk membutktikan sejauh manakah cinta kita dapat bertahan dan mencapai kesempurnaan. Mereka ada agar kita mempunyai alasan untuk belajar mencintai. Mereka ada agar kita mempunyai tempat untuk mempraktekan cinta kita. Semoga cerita singkat ini membantumu memaknai perjalanan hidupmu sebagai seorang anak manusia di zaman moderen ini.

Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

Romo Inno

MEMPERBAHARUI KARUNIA BAPTISAN YANG KITA TERIMA SELAMA MASA PRAPASKAH


Tanumihardja Hendra


Vatikan, 22 Februari 2011
Pada hari ini dipublikasikan Pesan Prapaskah 2011 dari Bapa Suci Benediktus XVI. Teks pesan ini, tertanggal 4 November 2010, mengambil judul berdasarkan suatu ayat dari Surat St Paulus kepada Jemaat di Kolose: "Kamu dikuburkan bersama dengan Dia dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut diban...gkitkan juga". Kutipan dari versi bahasa Inggris dokumen tersebut diberikan di bawah ini:
"Fakta bahwa, dalam banyak kasus, Baptisan diterima di masa kanak-kanak menyoroti bahwa Baptisan adalah karunia Allah: tak ada yang memperoleh hidup kekal melalui upaya mereka sendiri. Kerahiman Allah, yang menghapuskan dosa dan, pada saat yang sama, memungkinkan kita untuk mengalami 'pikiran Kristus Yesus' di dalam kehidupan kita, diberikan kepada manusia secara bebas".
"Oleh karena itu, Baptisan bukanlah suatu ritus dari masa lalu, tapi perjumpaan dengan Kristus, yang memberikan pengetahuan tentang seluruh eksistensi orang yang dibaptis, menganugerahkan kehidupan ilahi dan ajakan untuk melakukan pertobatan secara tulus; diprakarsai dan didukung oleh Rahmat Karunia, Baptisan memungkinkan orang yang dibaptis mencapai pendewasaan seperti Kristus".
Ikatan khusus menghubungkan Baptisan dengan Prapaskah sebagai masa yang baik untuk mengalami Rahmat Karunia yang menyelamatkan ini. ... Bahkan Gereja selalu mengaitkan Malam Paskah dengan perayaan Baptisan. ... Rahmat Karunia cuma-cuma ini harus selalu dihidupkan kembali di dalam diri kita masing-masing, dan Prapaskah menawarkan kepada kita jalan seperti katekumenat ini, yang bagi umat Kristiani di masa Gereja awal, seperti para katekumen pada hari ini, adalah tempat tak tergantikan untuk mempelajari iman dan kehidupan Kristiani. Mereka sungguh-sungguh menjalani kehidupan Baptisan mereka sebagai suatu tindakan yang membentuk seluruh eksistensi mereka.
"Dalam rangka untuk secara lebih serius melakukan perjalanan menuju Paskah dan mempersiapkan diri untuk merayakan Kebangkitan Tuhan รข€“perayaan paling penuh sukacita dan khidmat dalam seluruh tahun liturgi- apa yang bisa lebih tepat selain membiarkan diri kita dibimbing oleh Firman Allah? Untuk alasan ini, Gereja, dalam teks Injil pada hari-hari Minggu Prapaskah, membawa kita pada perjumpaan yang sangat intens dengan Tuhan, memanggil kita untuk menelusuri kembali langkah-langkah pembaptisan Kristiani: bagi para katekumen, dalam persiapan untuk menerima Sakramen kelahiran kembali, bagi mereka yang telah dibaptis, dalam terang baru dan langkah-langkah menentukan yang akan diambil dalam 'sequela Christi' dan dalam memberikan diri secara lebih penuh kepada-Nya".
"Perjalanan Prapaska menemukan kepenuhannya dalam Triduum Paskah, terutama dalam Misa Malam Paska: memperbaharui janji pembaptisan kita, kita menegaskan kembali bahwa Kristus adalah Tuhan dalam kehidupan kita, kehidupan yang dianugerahkan Allah kepada kita pada saat kita dilahirkan kembali dari 'air dan Roh Kudus', dan kita mengakui kembali komitmen kita untuk merespon karya Kasih Karunia dalam rangka menjadi murid-Nya".
"Dengan menenggelamkan diri sepenuhnya ke dalam wafat dan kebangkitan Kristus melalui Sakramen Pembaptisan, kita digerakkan untuk membebaskan hati kita setiap hari dari beban benda-benda material, dari hubungan egois dengan 'dunia' yang memiskinkan kita dan menghalangi kita untuk menyediakan diri dan terbuka terhadap Allah dan sesama kita. ... Melalui tradisi praktek-praktek puasa, amal, dan doa, yang merupakan ungkapan dari komitmen kita untuk melakukan pertobatan, Prapaskah mengajarkan kepada kita bagaimana caranya menjalankan kasih Kristus dalam cara yang semakin radikal".
Puasa, yang dapat memiliki berbagai motivasi, memiliki makna yang sangat religius bagi umat Kristiani: dengan menata meja kita dengan lebih sederhana, kita belajar untuk mengatasi keegoisan untuk hidup dalam logika memberi dan mengasihi; dengan merasakan beberapa bentuk kekurangan - dan bukan hanya hal-hal yang berlebih - kita belajar untuk melihat jauh melebihi 'ego' kita, untuk menemukan Dia yang dekat dengan kita dan untuk mengenali Allah dalam wajah begitu banyak saudara-saudari kita. Bagi umat Kristiani, berpuasa, jauh dari hal-hal yang menyedihkan, semakin membuka diri kita pada Allah dan kebutuhan orang lain, sehingga memungkinkan kasih kepada Allah juga menjadi kasih kepada sesama kita".
"Dalam perjalanan kita, kita sering dihadapkan pada godaan menumpuk kekayaan dan cinta uang yang mengesampingkan upaya untuk memprioritaskan Allah dalam hidup kita. Keserakahan terhadap harta mengarah pada kekerasan, eksploitasi, dan kematian; untuk itu, Gereja, khususnya selama masa Prapaska, mengingatkan kita untuk mempraktekkan amal kasih - yang merupakan kapasitas untuk berbagi. Pemujaan terhadap harta benda, di sisi lain, tidak hanya menyebabkan kita menjauhkan diri dari orang lain, tapi memiskinkan manusia, membuatnya tidak bahagia, menipu manusia, menjebak manusia tanpa memenuhi janji, karena pemujaan harta menempatkan benda-benda materi sebagai pengganti Allah, satu-satunya sumber kehidupan".
"Praktek pemberian amal kasih adalah suatu pengingat tentang keutamaan Allah dan mengarahkan perhatian kita terhadap orang lain, sehingga kita dapat menemukan kembali betapa baiknya Bapa kita, dan menerima belas kasih-Nya".
"Selama seluruh masa Prapaska, Gereja menawarkan kepada kita Firman Allah dengan kelimpahan secara khusus. Dengan merenungkan dan menghayati Firman dalam rangka untuk menjalankannya dalam hidup sehari-hari, kita mempelajari suatu bentuk doa yang berharga dan tak tergantikan. ... Doa juga memungkinkan kita untuk mendapatkan konsep waktu yang baru: tanpa perspektif kekekalan dan transendensi, pada kenyataannya, waktu hanya mengarahkan langkah kita menuju suatu cakrawala tanpa suatu masa depan. Sebaliknya, ketika kita berdoa, kita menemukan waktu untuk Tuhan, untuk memahami bahwa 'Sabda-Nya tidak akan berakhir', untuk masuk ke dalam persekutuan akrab dengan Dia 'yang tidak akan ada satupun bisa mengambilnya darimu', membukakan bagi kita pengharapan yang tidak akan mengecewakan, hidup yang kekal".
"Masa Prapaska adalah masa yang baik untuk mengenali kelemahan kita dan untuk menerima, melalui pemeriksaan secara tulus kehidupan kita, Rahmat Karunia Sakramen Tobat yang membaharui, dan berjalan dengan penuh keyakinan menuju Kristus".
"Saudara-saudari terkasih, melalui perjumpaan pribadi dengan Penebus kita dan melalui puasa, amal kasih, dan doa, perjalanan pertobatan menuju Paskah mengarahkan kita untuk menemukan kembali Baptisan kita. Pada masa Prapaskah ini, mari kita memperbaharui Rahmat Karunia Baptisan yang kita terima dari Allah pada saat itu, sehingga Baptisan itu bisa menerangi dan memandu semua tindakan kita. Kita dipanggil untuk mengalami apa yang dilambangkan dan dilakukan oleh Sakramen Baptisan setiap hari dengan mengikuti Kristus secara lebih murah hati dan otentik".
(Sumber: VIS, 22 Februari 2011)

SAKRAMEN BAPTIS


 Oleh: Romo Inno

Ini nyata:

1. Ada seorang bayi yang baru dilahirkan dan ternyata ia mengalami gangguan kesehatan sehingga kemungkinan bahwa kematian akan segera menjemputnya. Pamannya yang menyaksikan nasib sang bayi itu merasa kasihan melihatnya. Di situ tidak ada romo atau katekekis yang bisa dihubungi untuk hadir dalam waktu ...yang singkat, sementara sang pamam memperhatikan bahwa anak ini tidak bisa terselamatkan lagi. Dengan keprihatinan ini, ia mengambil air dan menuangkan di atas kepala si bayi itu dengan mengatakan; Monika (nama yang diberikan oleh orang tuanya saat itu), aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Amin. Apakah pembaptisan seperti ini sah?

2. Kasus lain, seseorang mencari data-data baptisannya di paroki yang ia percaya bahwa di situlah tempat pembaptisannya. Setelah dicari dalam buku baptis, ternyata data-datanya tidak ditemukan. Apakah ia harus dibaptis ulang? Atau apakah yang harus dilakukan bagi si malang ini?

3. Beragam kasus akan ditemukan dalam medan pastoral di tempat Anda masing-masing. Dan kalau Anda memperhatikan dengan teliti, ternyata ada perbedaan dari tempat yang satu dengan yang lain. Anda bertanya; “Katanya hukum gereja Katolik itu satu dan sama, mengapa ada perbedaan dalam prakteknya? Atas dasar inilah, saya hadir dengan penjelasan ini agar member bekal pengetahuan untuk jiwa mudamu, sehingga Anda pun tahu aturannya dan bisa memberikan masukan kepada mereka yang kurang bahkan tidak tahu sama sekali tentang sakramen-sakramen dalam Gereja Katolik.

Pengantar

Seperti introduksi awal yang pernah saya tuliskan bahwa pembahasan sakramen-sakramen pada kesempatan ini hanya mau memberikan bekal dasar pengetahuan kepada jiwa muda sekalian, karena tentunya banyak hal yang membingungkan akan terjadi dalam praksis hidup umat Katolik. Namun, aku percaya bahwa pengetahuan dari sisi hukum ini akan membuat Anda berani mengevaluasi praktek-praktek itu sehingga perbaikan dan pelurusan yang perlu bisa dibuat agar sesuai dengan hukum universal dan lokal yang berlaku.

Demikian pun pembahasan tentang sakramen pembaptisan ini (baptis) juga mengikuti alur yang sama dengan memberikan pengetahuan tentang aturan-aturan umum Gereja, khususnya tentang sakramen pembaptisan. Pembaptisan adalah sakramen pertama yang harus diterima oleh seseorang bila ingin menjadi anggota penuh Gereja Katolik.

Apa saja yang menjadi tuntutan dasar atau aturan umum yang berlaku dalam perayaan sakramen pembaptisan?

FUNGSI SAKRAMEN PEMBAPTISAN

o Pembebasan dari dosa asalo Diterima sebagai anak Allaho Digabungkan dengan Gereja (Katolik)

PERAYAAN PEMBAPTISAN

o Dirayakan menurut tata liturgi yang berlaku (dalam aturan liturgi)o Pembaptisan orang dewasa didahului oleh masa persiapan – lamanya ditentukan oleh Konferensi Para Uskup suatu negara atau oleh Uskup setempat)o Orang tua dan wali baptis hendaknya dipersiapkan agar memiliki pengetahuan dasar tentang sakramen pembaptisan

CARA MEMBAPTIS

o Dimasukan ke dalam airo Dituangi air di kepala

WAKTU

o Seluruh hari (bisa)o Dianjurkan pada hari Miggu Paskah atau Malam Paskah

TEMPATo Gereja Parokio Gereja lain/stasi/ruang doao Catatan: Dalam keadaan normal, baptis tidak dapat dilakukan di luar tempat yang sudah disebutkan di atas, kecuali atas alasan wajar/keadaan darurat, maka baptis dapat dilakukan di rumah, rumah sakit atau tempat lain.

PELAYAN BAPTIS

o Uskup, Imam dan diakon (keadaan biasa/normal)o Para kateketis (bila para pelayanan di atas berhalangan hadir), atau dalam keadaan darurat, setiap orang dewasa bisa membaptis. (Karena itu, hendaklah para imam/katekis mengajarkan umat dewasa tentang tata cara pembaptisan)o Tidak diizinkan para imam atau siapa saja membaptis diluar wilayah kerjanya, kecuali ada izin resmi dari penguasa gereja wilayah itu.

CALON BAPTIS

o Hanya manusia yang belum dibaptiso Orang dewasa yang mempunyai kehendak bebaso Orang dewasa bisa menggabungkan sakramen, baptis, Krisma dan Ekaristi.o Bayi: o Minggu2 pertama setelah kelahirannya, yang harus diusahkan oleh orang tua o Dalam bahaya maut, hendaknya bayi dibaptis tanpa tunda-tunda

o Agar bayi dapat dibaptis maka o Orang tua (atau salah satu dari mereka harus memberi persetujuan, juga meraka yang secara hukum ditetapkan sebagai orang tua) o Ada harapan bahwa anak itu akan dididik secara katolik o Dalam keadaan darurat, pembaptisan sah, kendatipun tidak ada persetujuan dari mereka yang berkepentingan (orang tua atau mereka yang secara hukum diakui sebagai orang tua)

o Kasus khusus: o Bayi yang dibuang dan ditemukan, hendaknya dibaptis, kecuali ditemukan bukti bahwa bayi itu sudah dibaptis sebelum dibuang

WALI BAPTIS

1. Mereka yang bertanggung jawab mendampingi anak dalam perkembangannya2. Hanya 1 pria atau 1 wanita atau 1 pria dan 1 wanita3. Syarat menjadi wali baptis:a. Dipilih sendiri oleh orang tua (atau dipilih sendiri bila yang dibaptis bila ia sudah dewasa)b. Telah berumur 16 tahun, kecuali ada ketentuan khusus di keuskupan masing-masingc. Katolik dan sudah menerima Ekaristi dan penguatand. Tidak terkena hukuman kanonik (hukuman dalam Gereja)e. Bukan orang tua anak yang dibaptis

PEMBUKTIAN DAN PENCATATAN

Pembuktian:

o Selain ada wali baptis, lebih baik musti ada seorang lain menjadi saksi pembaptisano Kesaksian 1 orang sudah cukup dalam kasus keragu-raguan atau perlu sumpah dari yang menyatakan diri sudah dibaptis

Pencatatan:

o Tanpa menunda pastor (sekretaris paroki) harus mencatat dalam buku baptis; juga nama orang tua, wali, saksi dan pelayan yang membaptiso Dalam kasus khusus: Jika cuma ada ibu dari anak yang akan dibaptis maka marga ibu itulah yang dipakai pada nama anak. Memakai nama marga bapa dimungkinkan jika sang bapa membuktikan bahwa dia benar-benar bapa anak itu lewat sumpah di hadapan para saksi.o Anak angkat; cantumkan nama orang tua angkat, juga ada keterangan tentang orang tua kandung anak itu.o Jika acara pembaptisan bukan oleh pastor paroki, maka setelah pembaptisan hendaknya dilaporkan kepada pastor paroki agar dibuat pencatatan di buku pembaptisan

PENUTUP

Banyaknya kesulitan di lapangan, seperti susahnya mendapatkan data-data baptis seseorang, lupanya orang pada gereja (tempat) dan oleh siapa mereka dibaptis, dan lain sebagainya, hendaknya menjadi keprihatinan kita bersama sebagai anggota gereja umumnya, dan para pastor paroki khususnya.

Oleh karena itu, semua penjelasan di atas kiranya menjadi bahan dasar bagi jiwa-jiwa muda, bukan hanya agar menambah pengetahuanmu, tetapi terlebih bisa menjadi cermin untuk menilai semua praktek yang Anda temui dan menganggapnya telah melenceng dari aturan mainnya. Tentunya kritik kepada para katekis atau seksi terkait dan pastor paroki hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang manusiawi (sopan) sehingga memunculkan kesadaran bersama akan pentingnya mengikuti aturan dalam gereja.

Sekali lagi, ini hanya sebuah ulasan garis besar tentang sakramen pembaptisan, tetapi kiranya cukup memberi bekal pengetahuan, terutama kepada teman-teman muda yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal tentang sakramen-sakramen Gereja.

Catatan: Apa yang tersaji di sini adalah pengetahuan dasar tentang sakramen pembaptisan berdasarkan hukum Gereja Katolik, yang tentunya tidak mendetail tetapi cukup untuk menjadi bekal pengetahuan. Karena itu, kiranya Anda menyempatkan diri untuk membaca ulasannya dari katekismus gereja Katolik, juga aturan-aturan khusus dalam liturgy pembaptisan dari segi ilmu liturgy.

***Duc in Altum***

Rabu, 06 Juli 2011

SAKRAMEN TOBAT(Dari perspektif hukum Gereja)


Oleh: Romo Inno

CERITA PENGANTAR

(Bacalah cerita ini dengan saksama karena isinya menjelaskan banyak hal yang nantinya kita temukan baik dalam isi penjelasan dari segi hukum ini, tapi juga terlebih dalam pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan nanti)
...
“Suatu hari, seorang anak memecahkan gelas papanya, yang biasanya dipakai untuk minum kopi sore. Merasa bersalah atas perbuatannya itu, juga dihantui rasa berdosa ia mendekati ayahnya yang sementara bekerja dan memina maaf dengan harapan ayahnya bisa memafkannya. Apa yang terjadi? Ayahnya cuma diam saja tanpa bersuara. (Kita bisa menafsirkan bahwa ayahnya diam berarti ia memaafkan anaknya, tapi juga ia mungkin saja tidak memaafkannya). Merasa bahwa ayahnya cuma diam, si anak berlari kepada ibunya yang baru pulang dari kantor sambil menangis. Ibunya bertanya; Kenapa menangis sayang? Si anak menjawab: “Aku sedih, ma. Aku telah memecahkan gelas papa. Aku sadar akan kesalahanku dan telah meminta maaf kepada papa, tapi papa diam saja mendengarku tanpa mengatakan sepata kata pun. Aku ingin mendengar suara papa, ma.”

PENTINGNYA SARKAMEN PENGAKUAN DOSA

Dalam pengakuan dosa, umat menyesal atas dosa-dosanya dan datang kepada pelayan resmi (para romo, uskup dan cardinal yang diizinkan untuk mendengarkan pengakuan doa umat) untuk mengakui dosa-dosanya. Inilah sarana bagi anggota gereja yang berdosa untuk berdamai kembali dengan Tuhan dan gereja-Nya yang telah dilukai dengan dosa-dosa yang mereka lakukan.

MODEL PENGAKUAN DOSA

1. PENGAKUAN PRIBADI adalah cara terindah yang dianjurkan oleh hukum gereja kepada para anggotanya untuk menjadi kesempatan si pendosa untuk menyadari dosa-dosanya dan berdamai dengan Tuhan, serta melakukan hal-hal yang penting sebagai keharusan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya.

2. ABSOLUSI TIDAK DAPAT DIBERIKAN SECARA UMUM kepada banyak peniten (perhatikanlah soal adanya absolusi umum yang biasa dipraktekan dalam karismatik) secara bersama-sama, TANPA DIDAHULUI PENGAKUAN PRIBADI, kecuali:

a. Dalam bahaya maut di mana tidak ada waktu bagi si imam untuk mendengarkn pengakuan pribadi. (Misalnya; kapal mau tenggelam dan ada sekelompok umat Katolik yang ingin mengaku dosa. Dalam keadaan seperti ini, sang imam bisa memberikan absolusi secara umum. Demikian pun juga orang yang sudah meninggalkan imamatnya (mantan pastor) bisa memberikan absolusi dalam situasi darurat seperti ini.

b. Ada kebutuhan mendesak, yakni menilik jumlah yang datang mengaku dosa dalam jumlah banyak sementara bapa pengakuan tidak tersedia dalam jumlah banyak.

TEMPAT PENGAKUAN

1. Gereja atau ruang doa

2. Tempat-tempat lain yang telah disetujui oleh Uskup atau Konferensi para uskup sebuah Negara

3. Tempat yang terbuka dan dilengkapi dengan sekat antara imam dan yang mengaku dosa.

4. Tempat di luar TIDAK DIIZINKAN, kecuali ada alasan yang wajar (Misalnya karena kondisi ruang pengakuan dosa atau gereja yang sementara direhab)

PELAYAN SAKRAMEN TOBAT

1. Hanyalah imam/para romo

2. Agar sahnya maka si imam/romo harus memiliki kuasa karena tahbisan atau karena mendapatkan kewenangan (Hal ini berarti ada romo yang tidak diizinkan mendengarkan pengakuan dosa sekali pun ia telah mendapatkan tahbisan suci, imamat karena alasan-alasan tertentu, atau karena hukuman yang diterimanya)

3. Hanya Paus, kardinal yang memilik kuasa untuk mendengarkan pengakuan dosa di mana saja. Demikian pun para uskup, kecuali ada aturan hkhusus dari uskup diocis setempat. Untuk para imam, berhak untuk mendengarkan pengakuan dosa di keuskupan masing-masing. Di keuskupan lain, harus ada izin. (Misalnya; Saya sekarang di Manila; untuk mendapatkan kuasa mendengarkan pengakuan dosa di seluruh Filipina maka atas surat dari Uskupku di Ambon yang mengatakan bahwa saya tidak memiliki halangan atau larangan dari keuskupan Amboina. Atas dasar surat ini, saya membawa ke keuskupan di mana saya berada untuk mendapatkan semacam KTP bahwa saya adalah romo tamu di keuskupan ini, sehingga bisa mendengarkan pengakuan dosa dan memimpin misa, serta pelayanan sakramen lainya, kecuali pernikahan karena system hukum sipil Filipinan yang tidak mengizinkan).

4. Meskipun demikian dalam keadaan tertentu, setiap romo dan mantan romo bisa memberikan absolusi.

SIKAP YANG DITUNTUN KEPADA PELAYAN SAKRAMEN

1. Imam bertindak sebagai hakim tapi juga tabib, serta memperhatikan faktor penting sebagai pelayan keadilan dan belas kasihan Allah. (Justru di sinilah beberapa romo hanya bertindak sebagai HAKIM YANG BENGIS tanpa cinta kasih pastoral

2. Rahasia sakramen pengakuan hendaknya di jaga ketak dan tidak diizinkan bapa pengakuan menceritakannya ke khayalak umum

YANG MENGAKU DOSA (PENITEN)

1. Semua orang beriman yang sudah layak diberi kesempatan untuk mengaku dosanya, baik berat maupun ringan

2. Pengakuan dosa tidak bisa dilakukan dengan memakai penterjemah (Apakah lewat sms, telpon dan blackbeery bisa? Aha…….)

3. Setiap orang bebas memilih bapa pengakuannya dalam keadaan di mana tersedia banyak bapa pengakuan

INDULGENSI

Adalah penghapusan dosa di hadapan Allah lewat kata-kata romo yang memberkati yang datang mengaku dosa. Ini pun disertai dengan apa yang harus dilakukan oleh peniten (yang mengaku dosa) setelah keluar dari kamar pengakuan dosa. Misalnya; Romo memintamu untuk berdoa Bapa Kami selama seminggu, atau lainnya.

PENUTUP

Saya sengaja tidak memasukan ulasan teologis dan pastoralnya hanya untuk mengatakan bahwa dari sisi hukum, kita akan berbicara tentang aturan dan cara mainnya. Apa yang kemudian kita temukan adalah soal BOLEH TIDAKNYA dan konsekwensi-konsewensi yang akan diterima oleh para pelanggar aturan/hukum. Meskipun demikian, saya tetap terbuka untuk sebuah diskusi dengan teman-teman, bukan untuk mengubah hukum yang telah tertulis melainkan untuk menjelaskan lebih bila ada yang masih kurang jelas. Mengenai manfaat dan daya gunanya sakramen ini, kiranya para teolog, dalam hal ini para romo yang lain, pa Titus, Dimas dan teman-teman lain bisa memberikan pencerahan.

=========000========